Senin, 03 November 2008

Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers

Resume Bahasa Jurnalistik
Tanggal 30 Oktober 2008
Dian Purnama Sari
207 400 441





RESUME
PEDOMAN BAHASA JURNALISTIK
1.Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 10 November 1978 di Jakarta mengeluarkan sepuluh pedoman pemakaian bahasa dalam pers. Berikut kesepuluh pedoman pemakaian bahasa dalam pers :
1.Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesiayang disempurnakan.
2.Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim.
3.Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefiks. Pemenggalan kata awalan me dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat keterbatasan ruangan. Akan tetapi pemenggalan jangan sampai dipukulratakan sehingga merembet pula ke dalam tubuh berita.
4.Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat- kalimat pendek yang logis, teratur, lengkap SPOK nya, dan mudah dimengerti.
5.Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype yang sering dipakai dalam transisi berita.
6.Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti telah (penunjuk masa lampau), bahwa (sebagai kata sambung), dan lain- lain.
7.Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me).
8.Wartawan hendaknya menghindari kata- kata asing dan istilah- istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita.
9.Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.
10.Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.

EYD DALAM BAHASA JURNALISTIK

Resume Bahasa Jurnalistik
Tanggal 23 Oktober 2008
Dian Purnama Sari
207 400 441



EYD DALAM BAHASA JURNALISTIK

Penulisan EYD yang paling sering dilakukan para mahasiswa jurnalistik dan kehumasan serta penulis dan jurnalis media massa, antara lain : penulisan huruf capital, huruf miring, kata turunan, bentuk ulang, gabungan kata, partikel, singkatan, akronim, angka, dan penulisan bilangan.

A.PENULISAN HURUF KAPITAL
1.Jabatan tidak diikuti nama orang, huruf capital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
2.Huruf pertama nama bangsa, huruf capital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, contoh bangsa Indonesia, suku Sunda, dan lain- lain. Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertamanama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata keturunan, contohnya kesunda- sundaan.
3.Nama geografi sebagai nama jenis, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri,contohnya mandi di kali, berlayar ke teluk, salak bogor, dan lain- lain.
4.Setiap unsur bentuk ulang sempurna, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contohnya, Perserikatan Bangsa- Bangsa, Yayasan Ilmu- Ilmu Sosial, dan lain- lain.
5.Penulisan kata depan dan kata sambung, huruf capital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Contohnya, judul buku “ Harimau Tua dan Ayam Centil”.
B.PENULISAN HURUF MIRING
Dalam Pedoman EYD, ketentuan penulisan huruf miring hanya menunjuk kepada tiga hal saja, yakni penulisan nama buku dan surat kabar, penegasan atau pengkhususan kata, dan penulisan kata nama ilmiah.
C.PENULISAN KATA TURUNAN
Pedoman EYD tentang kata dasar dan kata turunanmengingatkan, kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Sedangkan imbuhan berupa awalan, sisipan, akhiran, ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, maka awalan atau akhiran ditulis serangakai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Contohnya, dilipatgandakan, antikarat,tunarungu, dan lain- lain.
D.PENULISAN GABUNGAN KATA
Butir 1 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur- unsurnya ditulis terpisah.
1.Penulisan gabungan kata istilah khusus, penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan, contohnya anak- istri saya.
2.Penulisan gabungan kata serangkai, gabungan kata yang harus ditulis serangkai contohnya acapkali, sediakala, dan lain- lain.
E.PENULISAN PARTIKEL
1.Penulisan partikel lah, kah dan tah ditulis serangkai dengan kalimat sebelumnya.
2.Penulisan partikel pun ada yang ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya, ada juga yang ditulis menyatu. Contohnya apa pun, kapan pun, andaipun, ataupun, dan lain- lain.
3.Penulisan partikel per, partikel per yang berarti mulai, demi dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahuluinya.
F.PENULISAN SINGKATAN
1.Penulisan singkatan umum tiga huruf atau lebih diikuti tanda titik, contohnya dan sebagainya disingkat jadi dsb. ; dan seterusnya disingkat jadi dst. Namun sebagai seorang jurnalis kita harus membuang singkatan- singkatan tersebut karena tidak memberi informasi kepada khalayak.
2.Penulisan singkatan mata uang, lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uangtidak diikuti tanda titik. Contohnya kg, Rp, dan lain- lain.
G.PENULISAN AKRONIM
1.Akronim nama diri, yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital, contohnya Uninus, Unpad, dan lain- lain.
2.Akronim bukan nama diri, berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
H.PENULISAN ANGKA
Bahasa jurnalistik mengingatkan, penulisan angka harus sejalan dengan kaidah kesederhanaan, keringkasan dan kecepatan. Jadi dalam penulisan angka dapat dipersingkat dengan memakai huruf.
I.PENULISAN LAMBANG BILANGAN
1.Penulisan lambang bilangan satu- dua kata, ditulis dengan huruf kecuali beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan.
2.Penulisan lambang bilangan awal kalimat, ditulis dengan huruf.
3.Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
4.Penulisan lambang bilangan angka- huruf, bilangan tidak perlu ditulis angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

Kamis, 23 Oktober 2008

Resume Bahasa Jurnalistik

Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du jour” yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak. Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.
Bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam penulisan berita di media. Menurut Dairyl L.Frazel dan George Tuck, dua pakar pers Amerika,pembaca berharap apa yang dibacanya dalam media massa adalah yang bias dimengerti tanpa bantuan pengetahuan khusus.
Menurut McLuhan,setiap media memiliki tata bahasa sendiri, yakni seperangkat peraturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indra, dalam hubungannya dengan penggunaan media.

Kenapa harus ada bahasa jurnalistik dalam penulisan berita harus digunakan?
1.Keterbatasan ruang dan waktu, yaitu berupa penghematan kata
2.Kepentingan atau kondisi pembaca, public diasumsikan bergegas atau terburu- buru maka bahasa yang harus digunakan mudah di mengerti dan singkat, serta jangan pernah menggunakan kalimat Tanya.
3.sebagai bahasa komunikasi massa, bahasa jurnalistik harus mudah dibaca atau jelas karena pembacanya bersifat heterogen, sehingga pembaca dari kalangan manapun dapat mengerti dengan berita tersebut.

Menurut seorang pakar bahasa terkemuka, fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa dalam garis besarnya adalah (1) sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, (2) sebagai alat komunikasi, (3) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi social, dan (4) sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial
Dalam pemahaman wartawan senior Rosihan Anwar, bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers adalah salah satu ragam bahasa yang memiliki sifat – sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku. Dia tidak dapat menganggap sepi kaidah- kaidah tata bahasa. Dia juga harus memperhatikan ejaan yang benar. Dalam kosakata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat (Anwar, 1991:1).
Kalimat efektif adalah kalimat yang dengan tepat mewakili atau menggambarkan pikiran dan atau perasaan penulis sehingga menimbulkan gagasan yang sama tempatnya dalam pikiran dan atau perasaan pembaca (Ydhanes, 1991:29). Kalimat efektif ditandai dengan, antara lain: pola kalimat yang gramatikal, pilihan kata yang tepat (diksi), menghindari pemakaian kata tutur, menghindari kita istilah asing, mengutamakan pemakaian kata yang bernilai rasa tinggi, mengutamakan pemakaian kata-kata kongkret, mengutamakan pemakaian kata-kata yang bermain khusus, mengutamakankata-kata yang lugas, merujuk pada prinsip pemakaian kata-kata yang logis, senantiasa memperhatikan pemakaian kata-kata atau istilah yang tepat dan serasi, menggunakan kalimat padu, menekankan kalimat tidak goyah, menyukai kalimat hemat, dan menganjurkan pemakaian kalimat yang bervariasi untuk menghindari kejenuhan (Soedjito, 1988:1-30).
Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi, dan bahasa jurnalistik media on line internet. Berikut karakteristik bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua media :
Singkat, menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
Padat, dalam kata dan kalimat pendek mampu menyampaikan informasi lengkap --membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.. Kalimat pendek lebih mudah dimengerti.
Sederhana: (a) memilih kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks; (b) menggunakan bahasa orang awam, menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah.
Lugas, mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang.

Jelas, mudah dipahami, tidak menimbulkan tafsiran ganda (ambigue) atau tidak menggunakan bahasa kiasan (konotatif), menggunakan kata-kata yang dipahami orang banyak.
Hemat kata, prinsip ekonomi kata (economy of words), yaitu menggunakan sesedikit mungkin kata-kata untuk menginformasikan banyak hal, e.q. kemudian - lalu; sekarang - kini; kurang lebih – sekitar.
Dinamis, tidak monoton. Misal, ketika menulis nama tokoh yang disebut berulang-ulang, kemukakan sebutan atau jabatan lain (atribusi) tokoh tersebut.
Membatasi Akronim. Kalaupun harus menulisnya, maka satu kali pada awal tulisan harus dijelaskan dalam tanda kurung kepanjangannya.
Kata Mubazir dan Kata Jenuh - Dalam bahasa jurnalistik dikenal istilah Kata Mubazir dan Kata Jenuh. Keduanya harus dihindari dalam penulisan.
Kata Mubazir, yaitu kata-kata yang sebenarnya dapat dihilangkan dari kalimat, seperti “adalah” (kata kopula), “telah” (petunjuk masa lampau), “untuk” (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), “dari” (sebagai terjemahan of dalam bahasa Inggris), “bahwa” (sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.*
Jernih, berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah.
Demokratis, berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana yang dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga sama sekali tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.
Populis, berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya- karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.
Gramatikal, kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
Menghindari kata tutur, yaitu kata yang digunakan dalam percakapan sehari- hari secara informal.
Menghidari kata dan istilah asing, pembaca atau pendengar harus tau arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya, jadi berita atau laporan yang banyak diselipi kata- kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan.
Pilihan kata (diksi) yang tepat, setiap kata yang dipilih tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak.
Mengutamakan kalimat aktif, kalimat ini lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif.
Tunduk kepada kaidah etika, karena fungsi pers adalah edukasi, mendidik (to educated).

Posisi bahasa jurnalistik jurnalistik itu strategis, yaitu :
Alat komunikasi khas media.
Sebagai lab bahasa bagi masyarakat, sehingga menjadi trendsettes di masyarakat.
Subsistem dari bahasa Indonesia, jadi harus menginduk ke bahasa Indonesia.