Senin, 06 April 2009

Rumus Jurnalistik Radio, a + b + c = C (bagian 2)

alah satu faktor dari rumus jurnalistik radio, yaitu elemen a atau Accuracy.

Elemen berikutnya adalah:

b (balance)

Balance atau keseimbangan adalah unsur penting berikutnya yang harus diperhatikan dalam jurnalistik radio, jika kita tidak ingin kehilangan kredibilitas. Dalam berita atau liputan yang kita siarkan, setidaknya harus berisi pendapat semua pihak, atau disebut juga ‘cover both side’ terutama jika kasus yang kita angkat kontroversial.

Pada saat kita dikejar deadline sehingga tidak ada pilihan lain dan terpaksa harus menyiarkan sebuah berita yang tidak mendapatkan penjelasan dari masing-masing pihak, pada saat menyiarkan berita itu, kita harus menyebutkan bahwa sampai saat ini kita belum bisa mendapatkan penjelasan dari yang bersangkutan, namun masih terus berusaha mendapatkannya. Namun trik ini tidak dianjurkan, kalau bisa jangan dilakukan jika tidak terpaksa. Jangan lupa untuk selalu menyimpan materi-materi berita yang kontroversial setelah disiarkan, agar kita bisa mendengarkan ulang jika terjadi masalah.

Keseimbangan tidak hanya dinilai dari kesempatan berbicara yang kita berikan kepada yang bersangkutan, namun juga pada durasi, frekwensi dan jam penyiarannya. Jangan sampai pihak yang satu merasa disiarkan lebih sedikit atau lebih pendek dari yang lain. Jangan juga sampai yang satu disiarkan di jam prime time sementara yang lain merasa disiarkan di jam yang sepi pendengar.

Jika kita melupakan faktor b ini, salah-salah radio kita bisa dianggap tidak berimbang dan membela kepentingan sepihak. Di Indonesia, selain masalah politik apalagi menjelang pilkada atau pilpres, kita juga perlu berhati-hati dengan balance pada saat memberitakan masalah agama, ras dan golongan.

Contoh kesulitan yang biasa ditemukan di Indonesia pada saat jurnalis radio berusaha mendapatkan ‘balance’:

* ketakutan atau tekanan dari pihak tertentu
* susah mendapatkan narasumber yang berani bicara dan mau bicara benar
* kurang memiliki data narasumber yang lengkap
* narasumber lebih memilih media yang lebih besar sebagai corong bicara
* reporter dikejar deadline, sehingga laporan pun apa adanya
* boleh ditambah dll…

Rumus Jurnalistik Radio, a + b + c = C (bagian 1)

Sebagai media audio, radio memiliki tantangan lebih untuk menyajikan informasi yang kredibel dan bisa dicerna dengan benar oleh pendengar tanpa distorsi. Radio yang mengandalkan telinga pendengar, juga sering disebut sebagai ‘half ears media’ atau media sambil lalu karena untuk mendengarkan radio, bisa dilakukan sambil melakukan kegiatan yang lain.

Dengan demikian, kredibilitas tidak dapat ditawar dan harus dijaga. Kredibilitas atau saya sebut sebagai C besar (diambil dari huruf depan Credibility), bisa dicapai jika berita yang kita sampaikan memenuhi unsur a, b dan c.

a (ACCURACY)

Accuracy atau kecermatan adalah hal yang sangat mendasar dalam pembuatan berita radio. Kecermatan dan kehati-hatian dibutuhkan saat kita mencari fakta-fakta yang benar, baik fakta tentang suatu peristiwa, figur maupun nama-nama yang terlibat dalam sebuah berita.

Meski radio memungkinkan untuk menyajikan berita lebih cepat dari media lain, kita tetap harus menyajikan fakta dan tidak boleh menduga-duga. Bukan alasan karena dituntut untuk cepat kita boleh melakukan kesalahan. Editing berita juga harus dilakukan dengan hati-hati, agar fakta-fakta penting tidak dihilangkan hanya sekedar untuk memenuhi target durasi yang sudah ditetapkan.

Jika kita mengangkat berita dari rumor / isu, kita harus secara terbuka memberitahu bahwa yang kita sampaikan ini adalah rumor yang beredar di masyarakat. Kita tidak membohongi pendengar karena faktanya saat ini beredar rumor tersebut di masyarakat.

Berita juga tidak boleh berisi opini radio kita - dalam hal ini newscaster maupun reporter. Kalaupun ada opini, biarlah narasumber yang beropini. Jika mengambil data dari buku ataupun media lain, jangan lupa untuk melakukan recheck terhadap data-data yang ada. Media besar dan terkenal belum tentu tidak bisa salah.

Bila kita tidak cermat dan data yang kita sajikan dalam berita tidak akurat, bisa dipastikan radio kita akan kehilangan kredibilitas dan pendengar. Alih-alih mendapatkan pendengar, yang ada kita bisa berurusan dengan hukum.

Kamis, 02 April 2009

Atribut Kampanye JK Dipreteli Aparat

Palu - Petinggi Partai Golkar terkaget-kaget saat kampanye di Palu, Sulawesi Tengah. Tiba-tiba atribut Golkar yang menempel di bus rombongan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla (JK) dicopoti aparat. Atas perintah siapa?

Press Officer JK Muchlis Hasyim membenarkan pencopotan atribut di Palu, Kamis 2 April kemarin itu. Alasannya atribut parpol tidak boleh melekat pada iring-iringan Wapres.

"Iya betul. Spanduk kami dicabut. Alasannya tidak boleh ada atribut partai yang melekat pada iring-iringan wapres," ujar Muchlis saat dikonfirmasi detikcom via telepon, Jumat (3/4/2009).

Padahal dalam aturan, imbuh Muchlis, atribut kampanye itu diizinkan kalau wapres sedang berkampanye. Lagi pula kendaraan yang dipakai rombongan JK bukan fasilitas negara.

Bukan hanya itu saja, 10 spanduk yang berisi ucapan selamat datang kepada JK, yang dipasang di sepanjang jalan di Palu pun dicabut oleh aparat setempat.

"Ibu Endang Syarwan juga melaporkan kalau 10 spanduk yang dipasang di jalan dicabut aparat," imbuh Muchlis.

Endang Agustini Syarwan Hamid, adalah salah seorang korwil Partai Golkar, istri mantan Mendagri Syarwan Hamid. Namun anehnya spanduk yang bertuliskan 'Selamat Datang' kepada Akbar Tandjung tetap terpasang di sepanjang jalan di Palu. Sementara spanduk JK hilang.

Senin, 16 Maret 2009

Setiap Hari 4 Partai Kampanye Terbuka di Jakarta

Mulai tanggal 17 Maret hingga 5 April kemacetan akibat kampanye terbuka akan menghiasi Jakarta. 4 Partai politik kampanye bersamaan dalam satu hari.

"Untuk menjamin keamanan kampanye, kami menjadwalkan hanya 4 partai yang kampanye dalam sehari," kata Ketua Pokja Kampanye KPUD Jakarta, Dahliah Umar, saat ditemui detikcom di kantornya, Jl Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, Jumat (13/3/2009).

Menurut Dahlia, pemilihan keempat partai politik yang kampanye bersamaan dalam sehari dilakukan secara acak, tidak ada pertimbangan khusus.

"Pembagian partai kami lakukan acak, kalau hasilnya partai besar tidak bertemu, kami tidak tahu menahu," kata Dahliah.

Selain mengatur jadwal kampanye, KPU juga sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk memastikan kelancaran pemilu, dari Limnas, Satpol PP, hingga TNI dan Polri.

"KPU sudah menandatangani MoU dengan Kapolda untuk memastikan keamanan pemilu," tutur Dahliah.

Menurut Dahliah, KPU tidak bisa bekerja sendiri tanpa bantuan pihak lain dalam menyukseskan pemilu.

"Karena KPU tidak bisa terlibat langsung menangani keamanan pemilu," pungkasnya. ( van / nrl )

Minggu, 15 Maret 2009

KPU Gelar Kampanye Damai pada 16 Maret 2009

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar kampanye damai di Jakarta, Senin (16/3), yang akan diikuti oleh seluruh partai politik (Parpol) peserta pemilu 2009 sekaligus merupakan hari pertama kampanye terbuka Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.

Menurut anggota KPU Sri Nuryanti, pelaksanaan kampanye damai tersebut akan diselenggarakan di gedung KPU, Jakarta, dan setiap parpol akan mendapat kesempatan menyampaikan slogan kampanyenya.

'' Kami akan persiapkan tanggal 16 Maret tersebut sebagai kick off untuk mengawal pelaksanaan kampanye terbuka dengan damai,'' kata Sri di Jakarta, Jum’at (6/3).

Sri menambahkan, kampanye damai juga akan dilakukan serentak oleh seluruh KPU Provinsi dan kabupaten/kota, dengan ketentuan yang telah diatur oleh KPUD masing-masing.

''Ada yang melakukan pawai dan ada juga mengadakan kegiatan bazaar. Bentuk dan kemasannya diserahkan kepada masing-masing KPUD,'' ujarnya.

Terkai t dengan pengamanan, Sri menegaskan KPU akan berkordinasi dengan Polri untuk mengantisifasi adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan parpol saat berkampanye di ruang publik.

''Parpo l juga dilarang melibatkan orang yang tidak mempunyai hak pilih, termasuk anak-anak,'' tegasnya.

Dia mengingatkan agar parpol dalam kampanye rapat umum tidak membawa serta anak-anak dengan alasan apapun.

''Dalam peraturan KPU tentang kampanye sudah disebutkan larangan melibatkan warga negara yang tidak memiliki hak pilih. Ini harus menjadi perhatian bersama. Kami mengharapkan anak-anak tidak dilibatkan dalam politik praktis,'' katanya.

Parpol juga diimbau untuk menertibkan massa pendukungnya agar kampanye tidak menimbulkan ekses yang tidak diinginkan. Kepada semua pihak, baik partai politik, panitia pengawas pemilu maupun masyarakat untuk saling mengingatkan agar mematuhi peraturan berkampanye.

Se belum berkampanye, parpol harus berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan mengantongi Surat Tanda Terima Pemberitahuan(STTP) dari kepolisian ketika hendak berkampanye di Provinsi yang telah ditetapkan oleh KPU.

Masing-mas ing parpol mendapatkan kesempatan berkampanye sebanyak dua kali di setiap provinsi. Setiap harinya, setiap provinsi akan ada tiga sampai empat partai yang berkampanye. Selanjutnya, pengaturan pelaksanaan kampanye disetiap provinsi diserahkan pada KPU provinsi.

Sesua i jadwal yang telah disusun oleh KPU, kampanye damai yang dilakukan oleh parpol peserta pemilu dimulai pada pukul 10.00 WIB dari tanggal 16 Maret hingga 5 April 2009 (T.Az/ysoel)

Warga Sortir Surat Suara

Bandung, Kompas - Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) tidak mampu menyortir dan melipat surat suara dengan waktu yang tersisa hanya tiga pekan menjelang pemilu legislatif. Untuk itu, mereka mengerahkan warga dan pegawai di kelurahan untuk membantu menuntaskan kegiatan tersebut. PPK Coblong mengundang sedikitnya 30 warga dengan dibantu tenaga dari Panitia Pemungutan Suara (PPS). Mereka menyortir dan melipat kertas di salah satu ruangan di Kecamatan Coblong, Jumat (13/3). Hal serupa dilakukan PPK Lengkong dan Cibeunying Kidul.

PPK Cibeunying Kidul bahkan meminta bantuan pegawai kelurahan dan kecamatan. "Kalau dihitung, tidak kurang dari 100 orang ikut membantu," ujar Ketua PPK Cibeunying Kidul Achuri.

Ketua PPK Coblong Paryadi menjelaskan, warga terlebih dahulu dilatih petugas PPK tentang cara menyortir dan melipat surat suara. Selama penyortiran dan pelipatan selalu diawasi petugas.

Menurut Achuri, bantuan tenaga ini bersifat sukarela. Namun, mereka diberi uang lelah Rp 100 per surat suara, yang bersumber dari KPU Kota Bandung. Dana ini pula yang digunakan untuk konsumsi seperti makan dua kali sehari, minum, rokok, dan makanan ringan. "Sisanya nanti kami bagi rata," katanya.

Ketua PPK Lengkong Tri Andayani menerapkan cara sama. Setelah dikurangi biaya konsumsi, penyortir dan pelipat surat suara diperkirakan mampu mendapat upah Rp 35.000 per orang per hari. Adapun penyortir dan pelipat surat suara di PPK Coblong mendapat upah sesuai dengan jumlah surat suara yang dilipat. "Kami tidak berani mengurangi. Mereka tetap berhak atas uang Rp 100 per surat suara," ujar Paryadi.

Masih kurang

Olin (44) dan anaknya, Prazty (20), menyambut baik ajakan membantu melipat surat suara karena keduanya menganggur. Meskipun belum tahu nilai upah yang akan diterima, mereka berupaya bekerja secara maksimal. Dalam sehari keduanya menargetkan dapat melipat 500 surat suara.

Para ketua PPK mengaku sangat terbantu oleh warga. Mereka menargetkan dalam sepekan semua surat suara untuk DPR, DPRD Provinsi Jabar, DPRD Kota Bandung, dan DPD selesai disortir dan dilipat. "Semoga enam atau empat hari sebelum pemungutan suara, semua surat suara sudah siap dikirim ke tempat pemungutan suara," kata Achuri. Masing-masing PPK baru menerima surat suara untuk DPR dan DPRD Kota Bandung. KPU Kota Bandung tengah mendistribusikan logistik tersebut ke setiap PPK.

Ketua Divisi Keuangan, Umum, dan Logistik KPU Kota Bandung Apipudin menjelaskan, logistik yang lengkap diterima KPU baru berupa surat suara DPR, DPD, dan DPRD Provinsi Jabar masing-masing 1.663.145 lembar. Adapun surat suara untuk DPRD Kota Bandung masih kurang empat lembar. "Surat suara DPRD Provinsi Jabar kami distribusikan pada Sabtu (14/3)," ujar Apip.

Menurut Apip, bantuan warga dalam menyortir dan melipat suara dapat dimaklumi. Namun, mereka harus mengantongi surat keputusan dari ketua PPK setempat. Alasannya, warga bukan merupakan perpanjangan tangan KPU dalam menyortir dan melipat surat suara, melainkan PPK. (MHF)

Setelah berikrar di hadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), partai politik peserta pemilu, berikrar kampanye damai

Jakarta - Setelah berikrar di hadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), partai politik peserta pemilu, Senin (15/3) berikrar kampanye damai. Partai politik semakin terjebak pada acara seremoni dan formalitas. Padahal substansi masalah ada di internal partai.

Belum sepekan ikrar antikorupsi partai politik peserta Pemilu 2009, salah satu kader PAN Abdul Hadi Djamal tersangkut kasus suap miliaran rupiah. Ilustrasi ini seperti semakin melengkapi apatisme publik atas upaya dan iktikad partai politik untuk berubah lebih baik.

Kali ini, ikrar kampanye damai oleh seluruh peserta Pemilu 2009. Hampir sama kadar dan nilainya dengan ikrar antikorupsi. Ikrar yang bakal diikuti seluruh pimpinan partai politik ini, juga hanya berkutat pada formalitas dan seremoni belaka.

Ikrar kampanye damai partai politik berisi dua klausul yaitu parpol peserta Pemilu 2009 berjanji akan melakukan kampanye dengan damai, tertib, aman, dan lancar. Poin kedua parpol peserta Pemilu 2009 berjanji melakukan kampanye secara edukatif dan penuh tanggungjawab demi kepentingan bangsa dan negara.

Betapa ikrar kampanye damai ini hanya basa-basi politik saja. Karena, kampanye sejatinya telah berlangsung sejak Juli tahun lalu. Fakta lainnya yang tak bisa dibantah, kampanye para calon anggota legislatif di seluruh Indonesia telah terjadi sejak Oktober lalu, bahkan jauh sebelum Daftar Caleg Tetap (DCT) diumumkan.

Bukankah pula Panwaslu dan Bawaslu telah lama bekerja memantau gerak-gerik sekaligus menghukum para caleg dan partai politik? Lalu dimana relevansi kampanye damai partai politik?

Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, Indonesia sepertinya paling gemar melakukan perhelatan simbolik yang keluar dari substansi, tak terekecuali ikrar kampanye damai partai politik.

“Kita memang sukanya yang simbolik, ikrar ini dan itu. Tapi biasanya yang melanggar pertamakali justru yang membuat ikrar,” cetusnya kepada INILAH.COM, Minggu (15/3) di Jakarta.

Ikrar ini sepertinya ingin menargetkan kampanye antarpartai politik berjalan lancar dan aman. Hal ini diperkuat dengan pengaturan waktu dan zona kampanye antar partai politik. Padahal, sejatinya, potensi kekisruhan pemilu bukan antar partai politik, namun di internal partai.

Penerapan suara terbanyak jelas menjadi sumbu yang bakal menyulut ‘perang saudara’ antar caleg di satu partai politik yang sama. Kondisi ini telah terjadi antar caleg di satu partai politik.

Hal ini diamini Ray. Menurut dia sejatinya potensi masalah justru muncul di internal partai politik, bukan antar partai politik. “Masalahnya bukan pada ikrar, tapi pada perbaikan sistem. Hingga saat ini kita tidak mendengar geliat parpol untuk mengantisipasi kemungkinan gejolak internal,” tegasnya.

Lebih dari itu, Ray menilai sebagian besar parpol tak memiliki kode etik kampanye secara internal di partai politik. “Tanpa penataan pada wilayah ini (aturan internal partai), maka sulit untuk menata komitmen,” tambahnya. Persoalan regulasi dan penegakan aturan hukum oleh KPU, tambah Ray juga menjadi menyumbang keributan pemilu.

Hal senada menurut Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampouw. Menurut dia, sejatinya konflik justru akan lebih berpeluang terjadi antarcaleg bukan antar partai politik.

Ia mengusulkan, ikrar damai juga harus dilakukan antarcaleg. “Sebaiknya, ikrar kampanye damai juga dilakukan di tingkat caleg, agar bisa memberi dampak yang lebih signifikan bagi proses kampanye,” tandasnya.

Terpisah, anggota KPU Sri Nuryanti menegaskan, acara ikrar kampanye damai sebagai upaya KPU untuk menyampaikan pesan kepada peserta pemilu agar melakukan kampanye yang santun, tertib dan bermartabat.

“Kami ingin agar pemilu ini sukses dan semuanya berjalan dengan aman hingga prosesi pemilu berakhir, toh hanya lima tahun sekali pemilu diselenggarakan,” terangnya. [E1]

Selasa, 20 Januari 2009

KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK

KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK

Secara spesifik bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televise dan bahasa jurnalistik media on line internet. Ciri- ciri utama bahasa jurnalistik yang dapat dipakai oleh semua bentuk media berkala, diantaranya:
1.Sederhana, selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen.
2.Singkat, secara langsung kepada pokok masalah, tidak bertele- tele, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga.
3.Padat, sarat informasi maksudnya setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.
4.Lugas, berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bias membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.
5.Jelas,mudah di tangkap maksudnya tidak baur dan kabur.
6.Jernih,berarti bening, tembus pandang, transparan,jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah.
7.Menarik, mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tidur,terjaga seketika.
8.Demokratis, bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa atau pihak yang disapa sebagaimana yang dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa.
9.Populis, artinya setiap kata, istilah atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya- karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.
10.Logis, apapun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat.
11.Gramatikal, kata, kalimat atau istilah apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
12.Menghindari kata tutur, yaitu kata yang biasa digunakandalam percakapan sehari- hari secara informal.
13.Menghindari kata dan istilah asing, artinya pembaca harus mengetahui makna atau arti setiap kata yang dibaca dan yang di dengar.
14.Pilihan kata (diksi) yang tepat,, bahasa jurnalistik sangat menekankan pada efektivitas.
15.Mengutamakan kalimat aktif, karena lebih mudah dipahami dan disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif.
16.Menghindari kata atau istilah teknis, karena ditujukan untuk umum bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut.
17.Tunduk kepada kaidah etika, salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik.

Alasan Penggunaan Bahasa Jurnalistik

Mengapa harus ada bahasa jurnalistik? Mengapa wartawan atau media harus menggunakan gaya bahasa khusus yang berbeda dengan bahasa baku pada umumnya?
Setidaknya ada dua faktor yang mendasari munculnya Bahasa Jurnalistik atau mendorong penggunaan gaya Bahasa Jurnalistik, khususnya dalam hal singkat, padat, dan mudah dipahami:
Pertama, keterbatasan ruang dan waktu. Media massa atau wartawan/penyiar harus melakukan komunikasi cepat dalam ruang (halaman) dan waktu (durasi) yang relatif terbatas. Karena keterbatasan itulah, wartawan/editor harus menyeleksi, memilih, dan memilah fakta terpenting, plus pilihan kata dan kalimat ringkas, padat, efektif, untuk disampaikan kepada publik.
Kedua, kepentingan atau kondisi pembaca, konsumen, atau publik sendiri. Pembaca diasumsikan selalu dalam keadaan bergegas atau punya sedikit waktu untuk membaca, mendengar, atau menonton. “Orang sering membaca koran untuk bersantai. Mereka tidak ingin dipersulit untuk memikirkan apa yang dikatakan, sekalipun mereka sangat berpendidikan.” (Albert L. Hester, Handbook for Third World Journalist, 1987).
Di kota-kota besar, pembaca koran sering dianggap sebagai “pembaca judul berita” (headline readers) atau “pembaca teras berita” (lead readers). Mereka tidak sempat membaca koran secara mendalam karena memiliki waktu terbatas untuk membaca. Yang mereka inginkan adalah segera mengetahui isi berita atau informasi terbaru.
Ketiga, sebagai bahasa komunikasi massa, bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Public sebagai komunikan media sifatnya heterogen, berbagai latar belakang pendidikan, budaya, suku, ras, agama, dan sebagainya. Publik juga anonim (tidak dikenal) dan tersebar di berbagai tempat. Karena heterogenitas itu, dalam ukuran intelektualitas, media mengambil tingkat rata-rata –ukuran intelektual minimal— sehingga memilih gaya bahasa, seperti diksi, yang sederhana, umum, dan mudah dimengerti.

HARAM-HALAL dalam Bahasa Jurnalistik

HARAM-HALAL dalam Bahasa Jurnalistik

Kata Pendek

1.kemudian = lalu
2.sekarang = kini
3.kurang lebih = sekitar
4.agar supaya = agar, supaya
5.akan tetapi = tapi
6.apabila = bila, jika
7.sehingga = hingga
8.meskipun = meski
9.walaupun = walau
10.tidak = tak
11.kemudian = lalu
12.semakin = makin, kian
13.terkejut = kaget
14.sangat = amat
15.demikian = begitu
16. sekarang = kini



Kata Mubazir:

1.adalah (kata kopula)
2.telah (petunjuk masa lampau)
3.untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris)
4.dari (sebagai terjemahan of dalam bahasa Inggris)
5. bahwa (sebagai kata sambung).



Kata Jenuh

1.sementara itu
2.dapat ditambahkan
3.perlu diketahui
4.dalam rangka
5.bahwasanya
6.sehubungan dengan hal itu
7.selanjutnya
8.adapun
9.yang mana
10.di mana



Pemborosan:

1.”adalah” di awal kalimat (terjemahan It’s).
2.”apakah” atau ”apa” (terjemahan what, wheter).
3.”akan”, ”telah”, ”sedang”, sebagai penunjuk waktu kalau ada keterangan waktu.
4.”yang” sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat.
5.Pembentukan kata benda (ke + ..... + an atau pe + ........ + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu.

KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK

Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Singkat, menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
Padat, dalam kata dan kalimat pendek mampu menyampaikan informasi lengkap --membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.. Kalimat pendek lebih mudah dimengerti.
Sederhana: (a) memilih kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks; (b) menggunakan bahasa orang awam, menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah.
Lugas, mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang.

Jelas, mudah dipahami, tidak menimbulkan tafsiran ganda (ambigue) atau tidak menggunakan bahasa kiasan (konotatif), menggunakan kata-kata yang dipahami orang banyak.
Hemat kata, prinsip ekonomi kata (economy of words), yaitu menggunakan sesedikit mungkin kata-kata untuk menginformasikan banyak hal, e.q. kemudian - lalu; sekarang - kini; kurang lebih – sekitar.
Dinamis, tidak monoton. Misal, ketika menulis nama tokoh yang disebut berulang-ulang, kemukakan sebutan atau jabatan lain (atribusi) tokoh tersebut.
Membatasi Akronim. Kalaupun harus menulisnya, maka satu kali pada awal tulisan harus dijelaskan dalam tanda kurung kepanjangannya.

Kata Mubazir dan Kata Jenuh - Dalam bahasa jurnalistik dikenal istilah Kata Mubazir dan Kata Jenuh. Keduanya harus dihindari dalam penulisan.
Kata Mubazir, yaitu kata-kata yang sebenarnya dapat dihilangkan dari kalimat, seperti “adalah” (kata kopula), “telah” (petunjuk masa lampau), “untuk” (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), “dari” (sebagai terjemahan of dalam bahasa Inggris), “bahwa” (sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.